BukaBerita - Nilai tukar dolar turun, harga minyak pasti naik. Itu merupakan dogma bagi para pelaku pasar minyak mentah kendati di saat yang bersamaan mereka disuguhi data negatif atas sejumlah elemen ekonomi AS.
Harian The Wall Street Journal mengungkapkan bahwa harga minyak light sweet untuk kontrak September di bursa Nymex, New York, naik 36 sen atau 0,5 persen menjadi US$70,52/barel. Di bursa ICE London, harga minyak Brent juga naik, yaitu 59 sen (0,8 persen) menjadi US$73,48/barel.
Kenaikan harga minyak terjadi setelah kurs euro menguat atas dolar, yaitu dari US$1,4181 menjadi US$1,4264. Selama ini kurs dolar juga dipandang sebagai investasi aman saat proyeksi ekonomi tergolong suram. Sebaliknya, para investor tak ragu melepas dolar saat muncul proyeksi positif atas suatu ekonomi.
"Saat dolar kehilangan daya beli, pasar minyak langsung menyesuaikan dan harga minyak mentah naik," kata Walter Zimmerman, pengamat dari United-ICAP. "Minyak tidak akan merespon situasi fundamental ekonomi bila kurs dolar lebih rendah," lanjut Zimmerman.
Itulah sebabnya, dengan turunnya kurs dolar, para investor bursa minyak - untuk sementara ini - tidak terpengaruh kabar negatif ekonomi AS. Departemen Perdagangan mengungkapkan bahwa tingkat penjualan ritel Juli lalu turun 0,1 persen dari bulan sebelumnya. Selain itu Departemen Tenaga Kerja juga mengungkapkan naiknya jumlah korban baru PHK yang mengajukan tunjangan pengangguran pekan lalu.
Kendati demikian, para pelaku pasar masih khawatir dengan terus berlangsungnya kondisi persediaan minyak mentah yang menumpuk dan tingkat permintaan masih lemah. "Berdasarkan lemahnya sejumlah fundamental ekonomi dan tingkat permintaan, saya tidak yakin akan potensi kenaikan harga minyak secara berarti," kata Sung Yoo dari JPMorgan.
sumber: Vivanews.com
Baca Berita Lainnya:
0 komentar:
Posting Komentar