Kamis, 10 Februari 2011

Presiden: Bubarkan Ormas Perusuh !




BukaBerita (Nasional) ~ Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan aparat penegak hukum untuk tidak segan-segan membubarkan organisasi masyarakat yang melanggar hukum.

"Kepada kelompok yang terbukti melanggar hukum, melakukan kekerasan, dan meresahkan masyarakat, kepada para penegak hukum agar dicarikan jalan yang sah dan legal, untuk jika perlu melakukan pembubaran," kata Presiden pada pidato memperingati Hari Pers Nasional di Kupang, Rabu 9 Februari 2011.

Seperti diberitakan, dalam pekan ini terjadi dua aksi kekerasan berbau agama. Aksi pertama di Cikeusik, Pandeglang, Banten, menewaskan empat orang. Sementara aksi kedua di Temanggung, Jawa Tengah, merusak tiga gereja.

Menurut SBY, pembubaran itu tak boleh melanggar aturan hukum dan undang-undang. Presiden mengatakan saat ini adalah era kebebasan menyampaikan pendapat, berbicara, dan berkumpul. Tetapi, SBY menegaskan agar organisasi massa atau perkumpulan tak sekali-kali menyerukan penyerangan kepada salah satu kelompok tertentu.

"Kita tidak boleh memberikan ruang dan toleransi terhadap pidato, seruan-seruan di depan publik kepada komunitas tertentu untuk melakukan serangan, tindakan kekerasan, bahkan pembunuhan, kepada pihak manapun. Ke semuanya itu jelas-jelas pelanggaran hukum," kata SBY.

Presiden juga mengimbau masyarakat dan penegak hukum mewaspadai bila ada massa berkumpul yang terindikasi melakukan serangan. "Jangan dianggap biasa-biasa saja kalau massa berkumpul, dalam jumlah banyak, yang diketahui akan melakukan tindakan kekerasan kepada pihak lain," ujar SBY.

Jangan Hanya Retorika

Puan Maharani, salah satu Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, berharap pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai pembubaran organisasi massa ini bukan sekadar retorika. Puan menunggu pelaksanaannya, karena sebelumnya Presiden juga pernah berucap sama.

"Saya harap Presiden hari ini tidak hanya beretorika," kata putri Megawati Soekarnoputri itu.

Pada 30 Agustus 2010 lalu, Kapolri saat itu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri, menyatakan bahwa organisasi kemasyarakatan (ormas) yang telah berulang kali melakukan tindakan anarki, sudah selayaknya dibekukan. "Sayangnya hal itu belum diatur dalam UU Ormas," kata Kapolri.

Tapi anggota Komisi II DPR Nurul Arifin berpendapat lain. "Undang-undang itu sangat relevan dan cukup komprehensif," ujar politikus Golkar itu. Undang-undang itu, kata Nurul, mencantumkan pasal sanksi terhadap ormas anarki, termasuk berupa pembekuan, apabila ormas terkait mengabaikan teguran pemerintah.

"Awalnya, ormas terkait akan diberi teguran apabila melanggar hukum. Teguran diberikan sampai tiga kali. Apabila mereka mengabaikan teguran pertama, kedua, dan ketiga itu, maka selanjutnya mereka dapat dibekukan," kata Nurul yang mengaku telah mempelajari seluruh pasal yang ada di dalam UU Ormas.

"Jadi, mengubah Undang-undang bukan sebuah hal mendesak. Penegakan hukumlah yang lebih urgen," ujar Nurul.

RUU Kerukunan Beragama

Fraksi Golkar bergerak lebih jauh dengan menyatakan memprioritaskan legislasi Rancangan Undang-undang Kerukunan Umat Beragama. Golkar mengharapkan RUU ini nanti bisa menggantikan Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama yang mengatur soal Ahmadiyah.

"Ini penting agar kerukunan antarumat beragama memiliki pijakan yang kuat," ujar Ade Komaruddin, Sekretaris Fraksi Golkar.

Politikus Golkar Zulkarnaen Djabar, yang juga anggota Komisi VIII DPR bidang keagamaan ini, menambahkan, "Undang-undang kerukunan antar umat beragama ini penting, agar perbedaan tak dipandang sebagai masalah. Kami memandang kemajemukan sebagai kekuatan bangsa, bukan menimbulkan perpecahan."

Ketua Komisi VIII Abdul Kadir Karding mendukung pembahasan RUU Kerukunan Beragama ini. "Komisi VIII akan dorong sekuat-kuatnya agar RUU ini bisa dibahas tahun ini," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Karding menjelaskan, sebetulnya RUU Kerukunan Umat Beragama memang sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2010-2011. Posisi RUU ini berada di urutan ke-15. "Tinggal kami usulkan ke pimpinan dewan untuk bisa diprioritaskan," ujar Karding.

Ia menilai, RUU Kerukunan Umat Beragama menjadi penting bukan hanya karena persoalan Ahmadiyah dan kerusuhan Temanggung. "Tapi juga karena keberadaan Forum Kerukunan Umat Beragama tidak selalu efektif untuk menyelesaikan persoalan (keagamaan) semacam itu," ujar Karding.

Oleh karena itu, salah satu poin penting untuk dimasukkan dalam RUU adalah tentang lembaga mana yang punya kewenangan memberi justifikasi, apakah satu aliran kepercayaan itu benar atau salah, dan boleh atau tidak hidup di Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

LinkWithin