BukaBerita - Banyak pihak di Indonesia penasaran menanti bocoran informasi yang akan dikeluarkan WikiLeaks terkait kepentingan Amerika Serikat di Indonesia. Pasalnya, WikiLeaks mengklaim punya lebih dari 3.000 memo diplomatik Kedutaan Besar AS di Jakarta.
Maka, Kedubes AS mengantisipasi perhatian media massa atas bocoran WikiLeaks ini. Bertempat di Pusat Kebudayaan AS, berteknologi multimedia, @America, di Jakarta, Jumat 10 Desember 2010, Kedubes AS memberi kesempatan kepada perwakilan sejumlah media massa, untuk menanyakan isu WikiLeaks dengan Duta Besar Scot Marciel.
"Acara ini hanyalah dialog dengan Dubes Marciel bertepatan dengan seratus hari yang bersangkutan menjabat duta besar untuk Indonesia. Kebetulan perhatian media tengah tertuju atas isu WikiLeaks ini sehingga dia berkenan memberi penjelasan," kata Philip Roskamp, Wakil Atase Pers Kedubes AS sebelum membuka dialog.
Sebelum berdialog, para jurnalis disuguhi tayangan konferensi pers khusus dari Menteri Luar Negeri Hillary Clinton di Washington DC terkait isu WikiLeaks, 29 November 2010. Clinton tidak membantah atau membenarkan kumpulan memo diplomatik AS yang bocor di WikiLeaks.
Namun, pada intinya, Clinton menyatakan bahwa AS mengecam pengungkapkan informasi rahasia secara tidak legal karena bukan sekedar berbahaya bagi banyak pihak. Ini juga mengancam keamanan nasional dan menghambat upaya AS bekerjasama dengan negara-negara lain dalam memecahkan masalah bersama.
Setelah tayangan itu, Marciel menegaskan seruan Clinton bahwa kebijakan resmi luar negeri AS bukan berdasarkan informasi-informasi seperti dimuat WikiLeaks, namun dirumuskan di Washington DC. "Kebijakan kami tercatat dalam data publik, seperti tercermin pada pernyataan dan program-program kami di Indonesia dan negara-negara lain," kata Marciel.
Dia lalu menjelaskan bahwa tugas Kedubes AS di Jakarta sama saja dengan tugas kantor perwakilan diplomatik, yaitu memberi bantuan dan perlindungan bagi warga Amerika di luar negeri sekaligus menjalin hubungan dengan banyak kalangan di negara tuan rumah.
"Kami sebagai diplomat harus membuka wawasan dan kontak dengan siapapun. Tidak hanya dengan pejabat pemerintah setempat, namun juga dengan cendekiawan, jurnalis, politisi, masyarakat awam dan lain-lain. Kami berbicara dan bertukar pikiran atas segala hal yang menjadi perhatian masing-masing pihak," kata Marciel.
Hasil tukar pikiran itulah yang menjadi salah satu bahan laporan bagi Kedubes dalam menjalankan fungsi sebagai pelapor atau pemantau. "Kami mengirim laporan kepada kantor pusat [Washington DC], seperti banyak kedutaan besar negara lain kepada pemerintah mereka, mengenai situasi di negara tuan rumah," kata Marciel, yang telah 25 tahun meniti karir sebagai diplomat dan telah bertugas di tujuh negara.
Marciel merasa yakin bahwa isu Wikileaks tidak akan mengganggu hubungan antara AS dan Indonesia, walau dia menilai sepak terjang WikiLeaks dalam membocorkan rahasia diplomatik pemerintah AS tidak dapat dibenarkan. Dia juga yakin, ribuan informasi yang dikirim Kedubes AS di Jakarta, bila dibocorkan WikiLeaks, dipastikan tidak kontroversial.
Maka, Kedubes AS mengantisipasi perhatian media massa atas bocoran WikiLeaks ini. Bertempat di Pusat Kebudayaan AS, berteknologi multimedia, @America, di Jakarta, Jumat 10 Desember 2010, Kedubes AS memberi kesempatan kepada perwakilan sejumlah media massa, untuk menanyakan isu WikiLeaks dengan Duta Besar Scot Marciel.
"Acara ini hanyalah dialog dengan Dubes Marciel bertepatan dengan seratus hari yang bersangkutan menjabat duta besar untuk Indonesia. Kebetulan perhatian media tengah tertuju atas isu WikiLeaks ini sehingga dia berkenan memberi penjelasan," kata Philip Roskamp, Wakil Atase Pers Kedubes AS sebelum membuka dialog.
Sebelum berdialog, para jurnalis disuguhi tayangan konferensi pers khusus dari Menteri Luar Negeri Hillary Clinton di Washington DC terkait isu WikiLeaks, 29 November 2010. Clinton tidak membantah atau membenarkan kumpulan memo diplomatik AS yang bocor di WikiLeaks.
Namun, pada intinya, Clinton menyatakan bahwa AS mengecam pengungkapkan informasi rahasia secara tidak legal karena bukan sekedar berbahaya bagi banyak pihak. Ini juga mengancam keamanan nasional dan menghambat upaya AS bekerjasama dengan negara-negara lain dalam memecahkan masalah bersama.
Setelah tayangan itu, Marciel menegaskan seruan Clinton bahwa kebijakan resmi luar negeri AS bukan berdasarkan informasi-informasi seperti dimuat WikiLeaks, namun dirumuskan di Washington DC. "Kebijakan kami tercatat dalam data publik, seperti tercermin pada pernyataan dan program-program kami di Indonesia dan negara-negara lain," kata Marciel.
Dia lalu menjelaskan bahwa tugas Kedubes AS di Jakarta sama saja dengan tugas kantor perwakilan diplomatik, yaitu memberi bantuan dan perlindungan bagi warga Amerika di luar negeri sekaligus menjalin hubungan dengan banyak kalangan di negara tuan rumah.
"Kami sebagai diplomat harus membuka wawasan dan kontak dengan siapapun. Tidak hanya dengan pejabat pemerintah setempat, namun juga dengan cendekiawan, jurnalis, politisi, masyarakat awam dan lain-lain. Kami berbicara dan bertukar pikiran atas segala hal yang menjadi perhatian masing-masing pihak," kata Marciel.
Hasil tukar pikiran itulah yang menjadi salah satu bahan laporan bagi Kedubes dalam menjalankan fungsi sebagai pelapor atau pemantau. "Kami mengirim laporan kepada kantor pusat [Washington DC], seperti banyak kedutaan besar negara lain kepada pemerintah mereka, mengenai situasi di negara tuan rumah," kata Marciel, yang telah 25 tahun meniti karir sebagai diplomat dan telah bertugas di tujuh negara.
Marciel merasa yakin bahwa isu Wikileaks tidak akan mengganggu hubungan antara AS dan Indonesia, walau dia menilai sepak terjang WikiLeaks dalam membocorkan rahasia diplomatik pemerintah AS tidak dapat dibenarkan. Dia juga yakin, ribuan informasi yang dikirim Kedubes AS di Jakarta, bila dibocorkan WikiLeaks, dipastikan tidak kontroversial.
3.000 Memo
WikiLeaks mengklaim memiliki memo Kedubes AS di Jakarta dari November 1990 hingga Februari 2010. Namun memo itu belum dipublikasikan, baru hanya katalognya, yang didokumentasikan harian The Guardian. Marciel mengaku hingga kini tidak tahu-menahu apakah WikiLeaks sudah memuat bocoran informasi dari Kedubes AS di Jakarta.
WikiLeaks mengklaim memiliki memo Kedubes AS di Jakarta dari November 1990 hingga Februari 2010. Namun memo itu belum dipublikasikan, baru hanya katalognya, yang didokumentasikan harian The Guardian. Marciel mengaku hingga kini tidak tahu-menahu apakah WikiLeaks sudah memuat bocoran informasi dari Kedubes AS di Jakarta.
"Saya benar-benar tidak tahu. Sama seperti yang lain, saya hanya tahu bahwa WikiLeaks baru memuat katalog sekitar 3.000 memo diplomatik dari Jakarta," kata Marciel.
Bahkan, dia mengklaim jika melihat sekitar dua ribu laporan, informasi-informasi yang dikeluarkan Kedubes AS di Jakarta ke Departemen Luar Negeri di Washington DC rata-rata sangat membosankan (deadly boring) untuk diketahui umum.
"Contohnya, memo ke Washington DC [Deplu AS] mengenai permohonan pengadaan mobil baru. Kebanyakan menyangkut urusan administratif dan izin dari Departemen Luar Negeri untuk pertemuan," Marciel melanjutkan. Laporan lainnya menyangkut kemitraan global dan kerjasama di sektor pendidikan yang telah dipublikasikan untuk umum.
Marciel mengakui ada beberapa laporan Kedubes yang membicarakan isu atau tokoh politik. Namun, laporan itu tidak ada bedanya dengan yang telah diungkapkan media massa.
"Di Indonesia, media-media seperti koran, blog, atau majalah menampilkan banyak informasi dan komentar mengenai tokoh-tokoh politik. Laporan kami tidak akan beda dengan laporan-laporan itu. Laporan kami lebih menyoroti pencapaian yang telah dilakukan Indonesia," kata Marciel.
Dia mengaku terkesan dan mendukung kesuksesan Indonesia sebagai negara demokratis. "Ya, mungkin ada beberapa hal yang kami nilai tidak boleh diungkapkan ke publik, bukan karena menimbulkan efek negatif bagi kami, namun karena ini menyangkut masalah kepercayaan," lanjut Marciel.
Bahkan, dia mengklaim jika melihat sekitar dua ribu laporan, informasi-informasi yang dikeluarkan Kedubes AS di Jakarta ke Departemen Luar Negeri di Washington DC rata-rata sangat membosankan (deadly boring) untuk diketahui umum.
"Contohnya, memo ke Washington DC [Deplu AS] mengenai permohonan pengadaan mobil baru. Kebanyakan menyangkut urusan administratif dan izin dari Departemen Luar Negeri untuk pertemuan," Marciel melanjutkan. Laporan lainnya menyangkut kemitraan global dan kerjasama di sektor pendidikan yang telah dipublikasikan untuk umum.
Marciel mengakui ada beberapa laporan Kedubes yang membicarakan isu atau tokoh politik. Namun, laporan itu tidak ada bedanya dengan yang telah diungkapkan media massa.
"Di Indonesia, media-media seperti koran, blog, atau majalah menampilkan banyak informasi dan komentar mengenai tokoh-tokoh politik. Laporan kami tidak akan beda dengan laporan-laporan itu. Laporan kami lebih menyoroti pencapaian yang telah dilakukan Indonesia," kata Marciel.
Dia mengaku terkesan dan mendukung kesuksesan Indonesia sebagai negara demokratis. "Ya, mungkin ada beberapa hal yang kami nilai tidak boleh diungkapkan ke publik, bukan karena menimbulkan efek negatif bagi kami, namun karena ini menyangkut masalah kepercayaan," lanjut Marciel.
Bom MarriottBahkan, dia menunjukkan keheranannya atas spekulasi yang berkembang bahwa Kedubes AS pernah mengirim memo terkait dengan serangan bom atas kompleks hotel JW Marriott dan Ritz Carlton di Jakarta beberapa hari sebelum ledakan itu terjadi pada Juli 2009.
Dalam katalog WikiLeaks, terdapat indeks memo yang disebut-sebut berasal dari Kedubes AS di Jakarta tertanggal 13 Juli 2009, atau empat hari sebelum bom Marriott-Carlton.
Isi memo itu, hingga Jumat siang 10 Desember 2010, belum dimunculkan WikiLeaks selain hanya melampirkan tanggal penerbitan, alamat pengirim, dan kode referensi. Berdasarkan penelusuran kode referensi itulah muncul spekulasi dari sejumlah media bahwa isi memo itu terkait dengan terorisme.
Isi memo itu, hingga Jumat siang 10 Desember 2010, belum dimunculkan WikiLeaks selain hanya melampirkan tanggal penerbitan, alamat pengirim, dan kode referensi. Berdasarkan penelusuran kode referensi itulah muncul spekulasi dari sejumlah media bahwa isi memo itu terkait dengan terorisme.
Marciel mengaku sibuk menghadiri "Forum Demokrasi Bali" di Pulau Dewata itu ketika berita atas spekulasi tersebut muncul di sejumlah media massa awal pekan ini. "Saya tidak bisa komentari informasi spesifik yang belum diketahui. Tapi apakah Anda yakin stasiun televisi di Indonesia memberitakan kami mengetahui terlebih dahulu insiden itu?" kata Marciel balik bertanya.
Dia mengingatkan tidak mungkin bila AS mengetahui adanya suatu insiden terlebih dahulu tanpa melakukan tindakan pencegahan. "Yang bisa saya katakan adalah tidak terbayangkan dalam benak saya bahwa kami sudah lebih dahulu tahu pengeboman tanpa ada upaya menghentikannya," kata Marciel, yang sebelumnya menjabat sebagai duta besar AS untuk ASEAN.
Dia mengingatkan tidak mungkin bila AS mengetahui adanya suatu insiden terlebih dahulu tanpa melakukan tindakan pencegahan. "Yang bisa saya katakan adalah tidak terbayangkan dalam benak saya bahwa kami sudah lebih dahulu tahu pengeboman tanpa ada upaya menghentikannya," kata Marciel, yang sebelumnya menjabat sebagai duta besar AS untuk ASEAN.
Baru ada satu laporan yang dikirim dari Jakarta. Itupun merupakan bagian dari rangkuman laporan diplomatik harian dari sejumlah Kedubes AS ke Washington pada 1-3 November 2008. Isi laporan itu menyinggung potensi serangan balasan atas eksekusi mati tiga pelaku teror bom Bali, yaitu Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra. Mereka dieksekusi pada 9 November 2008.
Namun, laporan Kedubes itu tidak mendapatkan informasi yang spesifik atau kredibel mengenai rencana serangan balasan tersebut.
Selain itu, tambang dan pabrik timah di dekat Selat Malaka, Indonesia, disebut-sebut dalam suatu memo berupa instruksi dari Washington kepada Kedubes AS di mancanegara untuk melaporkan perkembangan terbaru atas daftar infrastruktur yang dianggap strategis bagi kepentingan keamanan, kesehatan publik, dan keberlangsungan ekonomi AS.
Memo itu tidak menyebutkan lokasi spesifik tambang timah di Indonesia yang dianggap penting bagi AS. Namun, sumber daya alam itu masuk dalam daftar "Critical Foreign Dependencies Initiative 2008," yang bertujuan untuk mendata sejumlah aset vital di luar negeri untuk melindungi kepentingan AS dari berbagai ancaman, baik terorisme maupun bencana alam.
Selain dua informasi itu, belum ada lagi paparan informasi yang sudah dibocorkan WikiLeaks yang menyinggung-nyinggung kepentingan AS di Indonesia.
Namun, laporan Kedubes itu tidak mendapatkan informasi yang spesifik atau kredibel mengenai rencana serangan balasan tersebut.
Selain itu, tambang dan pabrik timah di dekat Selat Malaka, Indonesia, disebut-sebut dalam suatu memo berupa instruksi dari Washington kepada Kedubes AS di mancanegara untuk melaporkan perkembangan terbaru atas daftar infrastruktur yang dianggap strategis bagi kepentingan keamanan, kesehatan publik, dan keberlangsungan ekonomi AS.
Memo itu tidak menyebutkan lokasi spesifik tambang timah di Indonesia yang dianggap penting bagi AS. Namun, sumber daya alam itu masuk dalam daftar "Critical Foreign Dependencies Initiative 2008," yang bertujuan untuk mendata sejumlah aset vital di luar negeri untuk melindungi kepentingan AS dari berbagai ancaman, baik terorisme maupun bencana alam.
Selain dua informasi itu, belum ada lagi paparan informasi yang sudah dibocorkan WikiLeaks yang menyinggung-nyinggung kepentingan AS di Indonesia.
sumber: vivanews
0 komentar:
Posting Komentar